Sebastian Vettel Menang Balap Formula 1 Dengan Ban Vulkanisir

Sebastian Vettel, [zɛˈbaːstian ˈfɛtəl]; lahir di Heppenheim,Jerman, 3 Juli 1987; umur 23 tahun) adalah seorang pembalap Formula Satu asal Jerman. Saat ini ia membalap untuk tim Red Bull Racing, menggantikan David Coulthard dan menjadi rekan setim dari Mark Webber. Julukan Vettel sendiri saat ini adalah Baby Schumi, disebabkan gaya membalapnya yang mirip dengan Sang Legenda juara dunia F1 7 kali, Michael Schumacher. Pada 14 November 2010 Sebastian Vettel tampil sebagai juara dunia F1 termuda dalam sejarah setelah memenangi balapan di Abu Dhabi. Ia menjadi juara dunia dalam usia 23 tahun dan 134 hari dan memecahkan rekor sebelumnya yang dicatatLewis Hamilton pada musim 2008 dalam usia 23 tahun dan 300 hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sebastian_Vettel)

Pada seri pembuka musim 2011, sampai tulisan ini dibuat, dari 5 seri (Australia, Malaysia, China, Turki dan Spanyol), ia selalu meraih juara 1 kecuali di China yang hanya berada di posisi ke 2. Dari kelima seri, ia sudah mengumpulkan 118 poin diatas Lewis Hamilton yang baru mengumpulkan 77 poin (www.formula1.com). Sedemikian kuatnya sang juara termuda ini mengawali balap formula 1 musim 2011, sehingga banyak yang memprediksi Vettel akan mempertahankan gelar juara dunia musim 2011.

Berkaitan dengan judul diatas, apakah mungkin Sebastian Vettel menang balap dengan menggunakan ban vulkanisir? Jawabannya tentu TIDAK. Mobil dengan mesin berkapasitas besar dan dengan kecepatan tinggi, tidak mungkin kalau harus menggunakan ban vulkanisir. Ban vulkanisir atau ban rekondisi adalah ban yang sudah habis alurnya, kemudian ditempel dengan karet baru lengkap dengan alurnya, sehingga seolah olah baru. Masalah yang sering timbul pada ban vulkanisir adalah tidak menyatunya karet baru dengan karet lama, sehingga mudah mengelupas. Ban vulkanisir banyak di pakai pada kendaraan niaga seperti truk dan bus dengan tujuan untuk mengurangi biaya pengadaan ban. Dengan ban vulkanisir pada mobil balap formula 1, mungkin hanya dalam beberapa putaran saja lapisan karet baru akan sudah terlepas.

Harga pasti ban yang digunakan untuk formula 1 sulit untuk dilacak, karena kemungkinan pihak pabrikan mensuplai ban untuk balapan tidak untuk dijual tetapi imbalan buat mereka adalah bisa memasang iklan produk mereka pada mobil, jaket, topi dll. Sementara hasil tanya sana sini di internet, harga perbuah pada kisaran 3500 sampai 6150 US $, silahkan dikalikan dengan kurs rupiah yang berlaku saat ini. Jelas bukanlah harga yang dikatakan murah. Itulah harga yang harus dibayar untuk meraih kesuksesan, dan itu baru ban, belum yang lain. Memang kesuksesan Vettel menjadi juara dunia dan beberapa seri pembuka musim 2011 tidak hanya karena faktor kendaraannya saja, lebih dari itu tentu karena kemampuan mengendarainya yang juga mumpuni. Tetapi sehebat apapun Vettel, mustahil dia akan menjadi juara hanya dengan mengandalkan ban vulkanisir alias ban murahan.

Dalam dunia pendidikan, banyak guru-guru hebat yang justru mengajar di tempat-tempat yang kurang menunjang daya dukungnya, sekolah dengan standar yang masih dibawah standar nasional. Mulai dari input siswa yang rendah, kemampuan sekolah untuk pengembangan minim karena kurangnya dukungan orang tua (karena memang orang tua siswa yang tidak mampu), diperparah lagi bantuan dari pusat masih banyak yang diprioritaskan di sekolah-sekolah yang berstandar internasional dan berstandar nasional. Walaupun guru-gurunya hebat, ketika daya dukung terutama keuangan dan fasilitasnya rendah, hasil yang diharapkanpun juga masih sulit untuk mengejar sekolah dengan standar yang lebih tinggi. Sama seperti Vettel harus mengendarai mobil dengan ban vulkanisir.

Sekolah yang berstandar internasional, yang bergelimang dana dan fasilitas, harusnya memiliki prestasi yang luar biasa. Tapi banyak dari sekolah yang berstandar internasional, prestasinya hanya biasa-biasa saja, yang hanya menang ketika diadu dengan alat ukur evaluasi yang sama, melawan sekolah sekolah dengan standar dibawahnya.

Mestinya semua sekolah mendapatkan fasilitas dan pendanaan yang sama. Salah siapakah ini?

Komentar

  1. nah, begini dong, pak jai. dengan meng-update begini saya jadi kenal sama Sebastian Vettel, hehe ... sekaligus sungguh tepat utk menganalogikan kondisi dalam dunia pendidikan kita. justru itu, pak, mestinya justru guru2 hebat seperti pak jai mengajar di sekolah2 yang input, fasilitas, dan daya dukung yang lain sangat minim.

    BalasHapus
  2. Pak Sawali juga malah lebih hebat dari saya, mestinya tidak mengajar di SMP pinggiran, mestinya pak Sawali itu ngajar di SMP bertaraf Internasional

    BalasHapus
  3. Yati Kurniawati30 Mei, 2011 19:23

    Siapa tahu dunia pendidikan bisa berbalik haluan, kran dana dikucurkan lebih deras di sekolah pinggiran yang miskin prestasi bukannya melulu ke sekolah2 yang sudah "banjir" duit.

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berkomentar