Sekolah Berstandar

Keluar dari mulut harimu, maasuk ke mulut singa. Begitulah kira-kira yang saya alami pada akhir Romadhon tahun ini. Betapa tidak, coba anda bayangkan, setelah satu minggu mengikuti workshop guru pemandu IPA di LPMP Jawa Tengah, 4 hari kemudian, tepatnya pada H-6 menjelang lebaran, saya mendapatkan tugas dari kepala sekolah untuk mengikuti workshop pembinaan sekolah calon SSN (Sekolah Standar Nasional) di asrama haji Donohudan kecamatan Ngemplak, Boyolali. Berangkatpun sudah mulai susah, karena arus mudik sudah mulai merayap disepanjang jalur pantura dan jalur Semarang-Solo. Tempatpun sebenarnya kurang representatif, ditengah tanah lapang, pada siang hari panasnya bukan main, pada malam hari dinginnya bukan main-main, karena angin berhembus kencang bagaikan anakan angin ribut. Tidurpun harus berdesak-desakan dan di tempat tidur tingkat dengan satu asrama berisi 56 peserta, dengan 7 kamar mandi, itupun hanya 3 yang berfungsi. Setiap acara mandi, terjadilah antrian yang panjaaaaaaaaaaaaaang. Urusan buka dan sahurpun ada cerita lain. Untuk masuk ke kantin harus membawa kartu makan. Barang siapa dengan sengaja dan/atau tidak sengaja, lupa membawa kartu makan, petugas di depan ruang makan akan mengusir peserta (aduh.. kejamnya, bulan puasa mau makan saja kok susah ya..). Yang juga tidak kalah menyedihkan, karena workshop diikuti oleh kepala sekolah dengan wakil kepala sekolah atau guru senior, maka tentu pesertanya rata-rata sudah tua-tua, termasuk ibu-ibunya. Tidak ada yang seger-seger.... sekedar untuk cuci mata. Dan yang paling parah, tidak ada fasilitas hotspot dan/atau warnet, sehingga, kegiatan blogwalking, silaturahmi dengan tetangga blog dan baca-baca blog lain tidak dapat berjalan untuk sementara waktu.
Untungnya saya masih ingat, bahwa saya sedang berpuasa. maka, amanat dan tugas negara ini saya jalani dengan sabar, tetap sehat dan tetap semangat. Apalagi ini demi kemajuan sekolah, demi murid-murid. Karena, dengan mengikuti workshop ini, sekolah kami menjadi sekolah calon SSN/sekolah potensial/sekolah formal mandiri, bersama 217 sekolah lain di Jawa Tengah yang mengikuti kegiatan workshop.
Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional melalui Permendiknas no 19 tahun 2005 telah menetapkan 8 standar nasional pendidikan (SNP), yaitu:
1. Standar Kompetensi Lulusan
2. Standar Isi
3. Standar Proses Belajar Mengajar
4. Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5. Standar Sarana dan Prasarana
6. Standar manajemen
7. Standar Pembiayaan
8. Standar Penilaian
Sedangkan sekolah, berdasarkan pemenuhan terhadap ke delapan standar tadi, dibagi menjadi:
1. Sekolah formal standar / potensial / calon SSN
2. Sekolah formal mandiri / SSN
3. SSN dengan keunggulan lokal
4. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Sekolah calon SSN adalah sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria delapan standar nasional pendidikan (SNP). Singkatnya sekolah calon SSN adalah sekolah yang belum memenuhi (masih jauh) dari SNP. Sekolah standar nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP. SSN dengan keunggulan lokal adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi kedelapan SNP, dengan tambahan keunggulan lokal yang bisa diintegrasikan dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, IPTEK, estetika maupun mata pelajara olah raga jasmani dan kesehatan. Sedangkan sekolah bertaraf internasional (SBI) adalah sekolah yang menyiapkan peserta didiknya berdasar standar nasional pendidikan Indonesia dan tarafnya internasional sehingga lulusannya mempunyai daya saing internasional. SBI disebut juga SNP + X dimana SNP adalah 8 standar nasional pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai dengan standar pendidikan negara maju. Disamping itu lulusannya minimal menguasai penggunaan salah satu bahasa asing secara aktif dan diterima di satuan pendidikan luar negeri yang terakreditasi atau diakui di negaranya.
Semoga sekolah yang sudah menjadi sekolah bersandar benar-benar memperjuangkan agar dapat mencapai standar nasional pendidikan yang diharapkan. Bukan sekedar status yang ditempelkan di depan gerbang sekolah, SMP anu sekolah standar nasional, SMP anu sekolah bertaraf internasional dll. Memang untuk menjadikan sekolah yang memenuhi standar membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya itu merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat sudah ada yang memplesetkan SSN dengan sekolah semakin nyengsarakan, atau SBI dengan sekolah bertarif internasional. Sekarang tinggal bagaimana sekolah, warga sekolah dan masyarakat (orang tua/wali murid) mengemban status sebagai sekolah berstandar.

Komentar

  1. wah, selamat mengikuti pelatihan. pak jaitoe. semoga sukses. selamat juga berlebaran, mohon maaf lahir dan batin. semoga Allah berkenan mengembalikan kita kepada fitrah-Nya, amiiin.

    BalasHapus
  2. Saya pernah disitu Pak. Tapi karena saya sebagai narasumber, maka ditidurkan dihotel. Saya tau tempat tidurnya muntel koyo pindang...
    Aulanya campur dengan tempat makan. Panitianya dari Propinsi amburadul. Saya ngisi di situ 2 kali...

    BalasHapus
  3. Saya pernah lewat lewat situ. Tapi bukan narasumber dan bukan pula peserta, jadi tidur di rumah sendiri (mertua). Itulah perjuangan pak, sengsara membawa nikmat, habis itu dapet pulsa tebal, diangkat Kasi, dijatuhkan Kabid lalu diangkat KaDinas dst.... Ternyata ngantuk penuh inspirasi, kalo tidur penuh sesak sekali (kaya pindang katanya)

    BalasHapus
  4. mohon maaf lahir batin atas segala kesalahan pak, mudah2an Allah SWT Mempertemukan kita dengan Ramadhan Tahun yang akan datang

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berkomentar